More About : politik dan negara
Agama dan negara, kadangkala dapat diibaratkan bagai dua sisi yang terdapat dalam sebuah mata uang, meski pada hakikatnya terdapat dalam satu benda, namun arahnya selalu berlawanan. Karena mau tidak mau, hubungan antar keduanya sama-sama melibatkan politik sebagai bahasan utama, meski masih juga dihujani dengan berbagai macam argumentasi individual sebagai konsekwensi untuk mencapai satu titik yang benar-benar menjadi impian sejagad, yaitu masyarakat madani.Banyak orang, bahkan pemeluk Agama Islam sendiri, tidak sadar bahwa Islam bukan hanya agama, tapi juga sebuah komunitas (ummat) tersendiri yang mempunyai pemahaman, kepentingan dan tujuan-tujuan politik sendiri. Banyak orang beragama Islam, tetapi menganggap Islam adalah agama individual dan lupa kalau Islam juga merupakan kolektivitas. Sebagai kolektivitas, Islam mempunyai kesadaran, struktur dan mampu melakukan aksi bersama.
Pada mulanya adalah ayat-ayat qauliyah (al-Qur’an) dan contoh kongkrit Rasul (as-sunnah). Ayat itu dihayati, kemudian diekspresikan ke luar dalam sebuah komunitas. Ada orang yang hanya sampai pada penghayatannya, yang sungguh-sungguh taat tapi hanya sampai di sini, kemudian berhenti. Mereka tidak melihat bahwa ada komunitas Islam yang mempunyai kepentingan politik. Kebanyakan mereka mengganggap bahwa agama adalah urusan perorangan, dalam penghayatan dan pelaksanaan. Ada pelaksanaan bersama, tapi bersifat cair dan tidak mengental menjadi umat. Ada lagi orang yang mengerti perlunya Islam menjadi sebuah komunitas, tetapi segan untuk menyatakan identitas politiknya, tidak sampai hati menyinggung teman-teman sebangsanya, karena itu berarti politisasi agama dan ada keseganan tertentu akan Islam dalam politik.
Kita ketahui bersama, bahwa ajaran Islam yang berupada dasar-dasar negara, sistem pemerintahan, sistem musyawarah dan sebagainya dapat dipraktekkan atau dipergunakan dalam negara mana pun di dunia, dengan tidak perlu mengambil Islam menjadi dasarnya. Dengan pengertian bahwa bukan harus negara itu menjadi negara Islam.1 Selanjutnya. Bentuk ideal negara Islam itu hanya ada pada Negara Madinah yang pernah didirikan Nabi Muhammad di masa awal pemerintahan Islam. Karena itu sulit dibandingkan atau disamakan dengan negara manapun yang ada sekarang. Hal ini disamping proses kelahirannya yang berbeda, negara Islam Madinah mempunyai karakteristik tersendiri dalam akar sosio-historis yang tidak dimiliki negara lain di
Pada mulanya adalah ayat-ayat qauliyah (al-Qur’an) dan contoh kongkrit Rasul (as-sunnah). Ayat itu dihayati, kemudian diekspresikan ke luar dalam sebuah komunitas. Ada orang yang hanya sampai pada penghayatannya, yang sungguh-sungguh taat tapi hanya sampai di sini, kemudian berhenti. Mereka tidak melihat bahwa ada komunitas Islam yang mempunyai kepentingan politik. Kebanyakan mereka mengganggap bahwa agama adalah urusan perorangan, dalam penghayatan dan pelaksanaan. Ada pelaksanaan bersama, tapi bersifat cair dan tidak mengental menjadi umat. Ada lagi orang yang mengerti perlunya Islam menjadi sebuah komunitas, tetapi segan untuk menyatakan identitas politiknya, tidak sampai hati menyinggung teman-teman sebangsanya, karena itu berarti politisasi agama dan ada keseganan tertentu akan Islam dalam politik.
Kita ketahui bersama, bahwa ajaran Islam yang berupada dasar-dasar negara, sistem pemerintahan, sistem musyawarah dan sebagainya dapat dipraktekkan atau dipergunakan dalam negara mana pun di dunia, dengan tidak perlu mengambil Islam menjadi dasarnya. Dengan pengertian bahwa bukan harus negara itu menjadi negara Islam.1 Selanjutnya. Bentuk ideal negara Islam itu hanya ada pada Negara Madinah yang pernah didirikan Nabi Muhammad di masa awal pemerintahan Islam. Karena itu sulit dibandingkan atau disamakan dengan negara manapun yang ada sekarang. Hal ini disamping proses kelahirannya yang berbeda, negara Islam Madinah mempunyai karakteristik tersendiri dalam akar sosio-historis yang tidak dimiliki negara lain di
Tidak ada komentar:
Posting Komentar