Jumat, 28 Mei 2010

dasar-dasar wewenang

Indonesia adalah suatunegara berdasar atas hukum (rechtsstaat) sebagaimana ditentukan dalamPenjelasan UUD 1945 yang kemudian “diangkat” ke dalam Pasal 1 ayat (3)Perubahan Ketiga UUD 1945 (2001) dengan rumusan: Negara Indonesia adalahnegara hukum. Kemudian dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan RakyatRepublik Indonesia Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata UrutanPerundang-undangan (selanjutnya disingkat TAP MPR No. III/MPR/2000). menempatkan Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 (dengansila-silanya: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaandalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosialbagi seluruh Rakyat Indonesia), dan Batang Tubuh UUD 1945 (danPerubahannya) sebagai sumber hukum dasar nasional. Ketentuan dalam TAPMPR No. III/MPR/2000 ini menempatkan konstitusi (dalam hal ini UUD 1945 danPerubahannya)dan Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 menjadi sumber hukum dasarnasional. Artinya, semua peraturan perundang-undangan harus berlandaskan dantidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.Dalam TAP MPR No. III/MPR/2000 tersebut ditentukan bahwa sumber hukum terdiriatas sumber hukum tertulis dan hukum tidak tertulis yang merupakan sumber bahanpenyusunan peraturan perundang-undanganSedangkan UUD 1945 sendiri disebutkan sebagai hukum dasar tertulis.Dengan demikian di samping sebagai sumber hukum dasar nasional, UUD 1945sendiri adalah hukum dasar tertulis.

HUKUM/ATURAN DASAR

Dalam Penjelasan Umum Angka I UUD1945, dikatakan bahwa UUD hanyalah sebagian dari hukum dasar negara itu. UUDialah hukum dasar tertulis, sedang di samping UUD itu berlaku juga hukumdasar tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul danterpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.Penjelasan ini memberikan landasan konstitusional bahwa konvensi ketatanegaraanmerupakan bagian dari hukum dasar. Artinya, Indonesia menganut pemahaman hukumdasar tertulis dan tidak tertulis, yang dituangkan ke dalam konstitusi.Konstitusi tertulis adalah UUD 1945, sedangkan yang tidak tertulis, misalnyaadalah pidato Presiden dihadapan DPR setiap tanggal 16 Agustus dan pemisahanpengertian treaty dan agreement (sekarang tidak lagi). MenurutSri Soemantri konstitusi adalah sama dengan UUD.Pendapat Sri Soemantri ini rupa-rupanya sangat besar pengaruhnya kepada PAHII BP MPR, sehingga TAP MPR No. III/MPR/2000 telah menetapkan bahwa sumberhukum dasar nasional adalah Pancasila dan UUD 1945 adalah hukum dasartertulis. Berdasarkan TAP MPR No. III/MPR/2000 ini dan rencana akandihapuskannya Penjelasan UUD 1945, maka tidak dibedakan lagi antara konstitusitertulis dan tidak tertulis, sebagaimana yang dianut dalam UUD 1945 (lama) yangtermuat dalam Penjelasannya.

Penulis merasa herankalau sebagian besar para ahli hukum tata negara sekarang dan para anggota MPRyang duduk di PAH I BP MPR (yang diberi tugas mengamandemen UUD 1945)berpendapat bahwa di dunia ini hanya Indonesia satu-satunya negara yangkonstitusinya mempunyai Penjelasan, oleh karena itu Penjelasan UUD 1945 harusdihapus. Alasan lain perlunya penghapusan tersebut adalah bahwa Penjelasan itudibuat oleh Soepomo yang bukan ahli hukum tata negara --Soepomo adalah ahlihukum adat--, dan Penjelasan UUD 1945 lahir satu tahun kemudian setelahlahirnya UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945.

Para pakar dan anggota MPR tersebut lupabahwa semua sarjana hukum belajar hukum tata negara. Sedangkan hukum tatanegara sendiri menurut penulis tidak bersifat dinamis, tidak seperti hukumekonomi yang terus bergerak seiring dengan perkembangan ekonomi dunia. Ataupunbidang-bidang ilmu lain misalnya ilmu kedokteran dan obat-obatan (farmasi) yangterus berkembang dari waktu ke waktu dan dari zaman ke zaman tidak statisseperti hukum tata negara yang sejak dikenalnya bentuk organisasi negara hukummodern yang demokratis, praktis tidak berkembang lagi. Rupa-rupanya MPR EraReformasi sangat terpengaruh dengan pendapat para pakar hukum tata negara,sehingga kemudian ingin menghapuskan Penjelasan UUD 1945 dari duniaperundang-undangan Indonesia, dengan alasan bahwa Penjelasan UUD tidak lazimdalam dunia konstitusi.

Menurut penulis, kalaualasan penghapusan Penjelasan UUD 1945 adalah karena dalam Penjelasan banyakdimuat norma hukum --yang seharusnya dimuat ke dalam Batang Tubuh UUD 1945--,sesuai dengan teori dan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan makapenulis setuju, di mana kemudian norma-norma hukum yang dimuat dalam PenjelasanUUD 1945 diangkat ke dalam Batang Tubuh UUD 1945. Namun kalau alasannya “tidaklazim” karena di seluruh dunia tidak ada satu pun konstitusi yang mempunyaipenjelasan, penulis kurang setuju. Mengapa?, karena sebagaimana diutarakandalam Penjelasan UUD 1945 (Penjelasan Umum Angka I, alinea kedua dan ketiga):

“...Memang untuk menyelidiki hukum dasar (droitconstitutionnel) suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD(loi constitutionelle) saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimanaprakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen Hintergrund) dariUUD tersebut.

UUD negara manapun tidak dapat dimengerti kalau hanyadibaca teksnya saja. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya UUD dari suatunegara kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harusdiketahui keterangan-keterangannya juga harus diketahui dalam suasana apa teksitu dibikin...”

Penjelasan UUD 1945tersebut memberikan arahan bahwa untuk mengerti pasal-pasal dalam Batang TubuhUUD 1945 perlu dimengerti latar belakang dan suasana kebatinan lahirnyateks-teks pasal tersebut. Dengan demikian apabila kita ingin mengetahui alasanpenghapusan Penjelasan UUD 1945, maka untuk mengetahui alasan penghapusantersebut perlu mengetahui latar belakang dan suasana kebatinan penghapusantersebut. Hal ini hanya dapat diketahui kalau kita membaca risalah/notulenpembahasan perubahan tersebut dalam Sidang-sidang MPR atau mewawancarai anggotaMPR yang membahas perubahan UUD 1945 tersebut --khususnya penghapusanPenjelasan--. Sedangkan kalau Penjelasan tersebut tidak dihapus tetapidisempurnakan dan disesuaikan dengan pasal-pasal perubahan tersebut, makamenurut penulis, risalah Sidang-sidang MPR tersebut hanyalah sebagai pelengkapdari Penjelasan tersebut.

Penjelasan UUD 1945penulis analogikan dengan penjelasan suatu undang-undang. Apabila pembaca ataupengguna suatu undang-undang misalnya hakim, jaksa, atau pengacara, bahkanperancang peraturan perundang-undangan yang menyusun sejarah terbentuknya suatuundang-undang, maka pertama-tama yang akan dibaca adalah isi batang tubuhnya.Apabila tidak atau kurang jelas, maka dibaca penjelasannya. Apabila masihkurang jelas juga dan ingin mengetahui latar belakang serta situasi dan kondisiteks undang-undang tersebut dilahirkan, maka barulah dibaca kembalirisalah-risalah pembahasan rancangan undang-undang tersebut di DPR, bahkankalau ingin lebih lengkap lagi notula-notula pembahasannya di lingkunganpemerintah ketika mempersiapkan penyusunannya dan pembahasannya di PanitiaAntar Dep. sehingga para pembaca dan pengguna undang-undang tersebut dapatdengan tepat mengetahui keinginan pembentuk undang-undang tersebut sehinggadapat menerapkan undang-undang tersebut dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnyatanpa harus memberikan interpretasi sendiri-sendiri yang sering berbeda satusama lain sesuai dengan selera dan kepentingannya masing-masing.

Indonesia sebagai negara yang berasaskan konstitusionalisme, artinya semua tindakan negaradan pemerintah (termasuk seluruh masyarakat), haruslah sesuai atau berlandaskankepada konstitusi. Demikian pula peraturan perundang-undangan yang dibuatsebagai pelaksanaan atau penjabaran konstitusi haruslah mencerminkan isi darikonstitusi tersebut bukan malahan bertentangan dengan konstitusi (dalam hal iniUUD 1945 dan Perubahannya).Asas konstitusionalisme pada prinsipnya adalah “pembatasan kekuasaan” dariorgan-organ negara, sebagaimana tercermin dalam sistem pembagian kekuasaan dariajaran Montesquieu yang dikenal dengan trias politica dalam berbagaimodelnya. Indonesia yang memodifikasi ajaran trias politica tersebuttercermin dalam UUD 1945 dengan masih dilibatkannya eksekutif(Presiden/Pemerintah) dalam pembentukan undang-undang yang seharusnya merupakankewenangan DPR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar