Rabu, 09 Juni 2010

Bab 8 sistem politik

Istilah politik berasal dari kata Polis (bahasa Yunani) yang artinya Negara Kota. Dari kata polis dihasilkan kata-kata, seperti:
1. Politeia artinya segala hal ihwal mengenai Negara. 2. Polites artinya warga Negara.
3. Politikus artinya ahli Negara atau orang yang paham tentang Negara atau negarawan.
4. Politicia artinya pemerintahan Negara.

Secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu system politik atau Negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari system tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya.
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.
Kekuasaan yaitu kemampuan sesorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok sesuai dengan keinginan dari pelaku.

Pembagian atau alokasi adalah pembagian dan penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat. Jadi, politik merupakan pembagian dan penjatahan nilai-nilai secara mengikat.
Sistem pilitik suatu Negara selalu meliputi 2 suasana kehidupan. Yaitu:
a. Suasana kehidupan politik suatu pemerintah (the Govermental political sphere)
b. Suasana kehidupan politik rakyat (the sociopolitical sphere)

Suasana kehidupan politik pemerintah dikenal dengan istilah suprastruktur politik, yaitu bangunan “atas” suatu politik. Pada suprastruktur poliyik terdapat lembaga-lembaga Negara yang mempunyai peranan penting dalam proses kehidupan politik (pemerintah).
Suasana kehidupan politik pemerintahan ini umumnya dapat diketehuai dalam UUD atau konstitusi Negara yang bersangkutan. Suprastruktur politik Negara Indonesia meliputi MPR, DPR, Presiden, MA, BPK, danDPA.
Suasana kehidupan politik rakyat dikenal istilah “Infrastruktur politik” yaitu bangunan bawah suatu kehidupan politik, yakni hal-hal yang bersangkut paut dengan pengelompokan warga Negara atau anggota masyarakat ke dalam berbagai macam golongan yang biasa disebut sebagai kekuatan sosial politik dalam masyarakat.
Infrastruktur politik mempunyai 5 unsur diantaranya:
1. Partai politik
2. Kelompok kepentingan
3. Kelompok penekan
4. Alat komunikasi politik
5. Tokoh politik.

2.Objek politik

Ketua Umum Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB-PII), Nasrullah mengatakan pelajar sering dijadikan objek dalam politik tanpa ada daya tawar yang cukup untuk menentukan nasib bangsa ini ke depan.
Pelajar sebagai sebuah elemen yang tidak terpisahkan dalam bangsa ini harus memiliki peran aktif dalam menyelesaikan masalah bangsa ini, ujarnya pada acara pidato resepsi hari bangkit (Harba) PII ke 62 di Wisma Antara Jakarta, kemarin. Hadir dalam acara tersebut, Sofyan Djalil, Menteri Negara (Meneg) BUMN, Masyuri AM, Kepala Penerangan Depag RI, AM Fatwa, dan ratusan kader, simpatisan PII se Jabodetabek.
Menurut Nasrullah, cara yang paling sederhana adalah dengan memberikan suaranya dalam Pemilu (Pilpres), sebagai pemilih pemula pelajar memiliki suara yang cukup signifikan (30 persen).
Tetapi, Nasrullah menyayangkan bahwa dari beberapa kebijakan dapat merugikan pelajar/mahasiswa. Salah satunya UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) yang disahkan DPR RI pada 17 Desember 2008 lalu.
Undang-undang ini berpeluang membuka celah diskriminasi dalam pendidikan, hanya yang memiliki kemampuan dan berharta cukup yang dapat mengenyam pendidikan lebih layak dan ber kualitas, katanya.
Padahal, lanjutnya, Tuhan telah memberikan manusia otak itu sama, hanya saja tinggal kemauan, keuletan, dan cara belajar yang sesuai. Tuhan pun, tidak membuat dinding pemisah bagi si bodoh dan yang pintar.
Nasrullah menyatakan hadirnya UU BHP ini telah membangun diskriminasi, sehingga dikhawatirkan akan terlihat kasta-kasta dalam dunia pendidikan.
Hal ini sebenarnya kita tidak inginkan karena kita berpendapat semua pelajar punya hak yang sama (dalam mengenyam pendidikan) yang dilindungi oleh Undang-undang, ujarnya.
Nasrullah memandang pendidikan bukan hanya proses transfer of Knowledge tapi Transfer of Value, sehingga penting untuk menciptakan suasana yang kondusif dan figur yang tepat untuk diikuti dalam proses belajar (teladan, Red), sehingga nantinya pelajar menjadi generasi yang lebih baik, tetapi jika ini tidak terwujud, maka tak terbayangkan generasi seperti apa yang akan ada kedepan?.
Satu hal yang mungkin tertinggal yaitu bagaimana kita menghadirkan jiwa-jiwa kritis terhadap pelajar jika memang hal yang ideal tadi tidak terpenuhi, sehingga pepatah Guru kencing berdiri, murid kencing berlari dengan paradigma pendidikan kritis, akan berubah menjadi, Guru kencing berdiri maka murid harus duduk, ungkapnya.
Menyikapi Dinamika Politik
Di tengah realitas politik yang menghangat pasca pemilihan legislatif (Pileg), hingga polemik soal koalisi antarcapres dan Cawapres yang akan memimpin bangsa Indonesia lima tahun kedepan, Nasrullah menyampaikan rasa keprihatinannya.
Para elit asyik mempertontonkan sinetron politik mulai dari pernyataan yang terkesan tidak konsisten, perpisahan antara Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) yang didramatisir oleh media, sampai masalah calon-calon alternatif yang muncul dalam ring pertarungan politik yang ada, katanya.
Masyarakat sesungguhnya menunggu kepastian akan perbaikan politik ini dengan penuh harapan bahwa pesta demokrasi dapat berjalan baik, menghasilkan perbaikan langsung bagi kehidupan mereka (kesejahteraan dan Kemakmuran rakyat,Red). Tentulah wajar jika masyarakat merasakan jenuh menunggu proses yang begitu lama, dikhawatirkan masyarakat kehilangan harapan dan bertindak apatis terhadap pelaksanaan pemilu ini.
Untuk itulah, kepada seluruh Pemimpin dan kader PII se tanah air di Harba PII yang ke 62 PB PII berpesan: Pertama, tetap menjadi pejuang-pejuang moral untuk menyelamatkan bangsa dan agama, untuk mencapai peradaban yang lebih bermartabat dengan Ilmu.
Kedua, perjuangkan pendidikan yang baik, yang menitikberatkan pada Transfer of Value sebagai bekal untuk pelajar menghadapi realitas masa depan yang makin tidak bersahabat dengan nilai-nilai ketimuran.
Ketiga, pendidikan yang murah untuk pelajar, bukan hanya untuk orang-orang tertentu saja tapi untuk semua orang karena itu adalah hak yang paling azasi setelah kehidupan. Keempat, pemerintah harus memprioritaskan pendidikan dan pengembanganya dalam pembangunan dimasa datang, hal ini untuk membangun kemandirian bangsa dan Negara
3.sistem politik

Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial. Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.
Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.
Namun dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang otoriter.
4.sistem politik Indonesia
Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.
Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan
Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik dikuru dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional.
Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4. kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif.
6. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.
Ada satu pendekatan lagi yang dibutuhkan dalam melihat proses politik yaitu pendekatan pembangunan, yang terdiri dari 2 hal:
a. Pembangunan politik masyarakat berupa mobilisasi, partisipasi atau pertengahan. Gaya agregasi kepentingan masyarakat ini bisa dilakukans ecara tawaran pragmatik seperti yang digunakan di AS atau pengejaran nilai yang absolut seperti di Uni Sovyet atau tradisionalistik.
b. Pembangunan politik pemerintah berupa stabilitas politik
PROSES POLITIK DI INDONESIA
Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa berikut ini:
- Masa prakolonial
- Masa kolonial (penjajahan)
- Masa Demokrasi Liberal
- Masa Demokrasi terpimpin
- Masa Demokrasi Pancasila
- Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
• Penyaluran tuntutan
• Pemeliharaan nilai
• Kapabilitas
• Integrasi vertikal
• Integrasi horizontal
• Gaya politik
• Kepemimpinan
• Partisipasi massa
• Keterlibatan militer
• Aparat negara
• Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa prakolonial (Kerajaan)
• Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi
• Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa atau pemenang peperangan
• Kapabilitas – SDA melimpah
• Integrasi vertikal – atas bawah
• Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
• Gaya politik - kerajaan
• Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
• Partisipasi massa – sangat rendah
• Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
• Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
• Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2. Masa kolonial (penjajahan)
• Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
• Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham
• Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
• Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis
• Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
• Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
• Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
• Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada
• Keterlibatan militer – sangat besar
• Aparat negara – loyal kepada penjajah
• Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3. Masa Demokrasi Liberal
• Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
• Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
• Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
• Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
• Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
• Gaya politik - ideologis
• Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928
• Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
• Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
• Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
• Stabilitas - instabilitas
4. Masa Demokrasi terpimpin
• Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
• Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
• Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
• Integrasi vertikal – atas bawah
• Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
• Gaya politik – ideolog, nasakom
• Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
• Partisipasi massa - dibatasi
• Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
• Aparat negara – loyal kepada negara
• Stabilitas - stabil
5. Masa Demokrasi Pancasila
• Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
• Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
• Kapabilitas – sistem terbuka
• Integrasi vertikal – atas bawah
• Integrasi horizontal - nampak
• Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
• Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
• Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
• Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
• Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
• Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
• Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
• Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
• Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
• Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
• Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
• Gaya politik - pragmatik
• Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
• Partisipasi massa - tinggi
• Keterlibatan militer - dibatasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar